PELAWAT MAYA

Thursday, October 7, 2010

FENOMENA SASTRA INDONESIA MUTAKHIR

FENOMENA SASTRA INDONESIA MUTAKHIR: KOMUNITAS DAN MEDIA (Bagian-1)

oleh Nanang Suryadi pada pada 07hb Oktober 2010 pukul 2.49 ptg
Oleh: Nanang Suryadi

Meneropong sastra Indonesia mutakhir, tidak cukup hanya berbicara perkembangan satu dua tahun terakhir. Walaupun mungkin selama setahun dua tahun terakhir ada suatu perkembangan hebat yang terjadi. Fenomena komunitas sastra, misalnya, sebenarnya bukan merupakan hal yang baru di jagad sastra Indonesia. Lebih dari sepuluh tahun lalu Komunitas Sastra Indonesia sudah mengidentifikasi berbagai komunitas sastra (seni dan budaya) yang ada di tanah air. Lebih jauh lagi, komunitas-komunitas sastra ini sudah dapat kita temui dalam sejarah sastra Indonesia sejak jaman sebelum kemerdekaan, misalnya Pujangga Baru. Hanya saja mereka tidak menggunakan kata ”komunitas”. Saya melihatnya sebagai suatu yang sama saja yaitu para peminat seni (khususnya sastra) yang berkelompok mendiskusikan banyak hal, dari hal serius hingga hal yang remeh, baik terjadwal maupun tidak.

Pada tahun 1940an Chairil Anwar dkk berinteraksi dalam Gelanggang Seniman Merdeka, yang melahirkan Surat Kepercayaan Gelanggang. Pada 1950-1960an, kita juga bisa menemui Lekra, Lesbumi, yang walaupun berpatron pada partai atau ormas, bisa kita sebut sebagai komunitas juga. Kelompok diskusi Wiratmo Soekito yang diikuti oleh Goenawan Mohamad dkk merupakan sebuah komunitas, yang pada akhirnya melahirkan Manifesto Kebudayaan.

Aktivitas menulis karya sastra merupakan hal yang sangat individual. Pengakuan atas karya sastra pada umumnya merupakan pengakuan terhadap karya individu penulis. Sebuah cerpen, puisi atau novel jarang sekali dibuat oleh lebih dari satu orang (jarang, bukan berarti tidak ada). Maka dimana peran atau pengaruh komunitas dalam penulisan karya sastra, jika menulis adalah aktivitas individu?

Pergesekan pemikiran dalam komunitas memberikan wawasan bagi para penulis yang terlibat di dalamnya. Kecakapan-kecakapan menulis dapat ditularkan dengan saling belajar pada rekan satu komunitas. Inilah peran dari adanya sebuah komunitas, saling belajar dan saling berbagi.

Komunitas-komunitas sastra yang ada memiliki ciri yang hampir sama, yaitu: komunitas itu akan terus hidup jika ada individu yang sukarela menggerakkan komunitasnya. Paling tidak ada satu sampai tiga orang yang memiliki semangat untuk menjalankan aktivitas komunitas, maka komunitas itu akan berjalan.

Sekarang kita lihat fenomena apa yang membedakan komunitas sastra pada beberapa tahun terakhir dengan komunitas-komunitas sastra di tahun 90-an dan sebelumnya.

Teknologi informasi membawa dampak perubahan terhadap pola interaksi di masyarakat. Pada akhir 90-an teknologi informasi berupa internet memberikan peluang kepada masayarakat luas untuk dapat berkumpul dalam suatu komunitas tanpa harus hadir secara fisik. Melalui jaringan internet, para peminat sastra membentuk komunitas yang melintasi batas geografis. Komunitas komunitas sastra di dunia maya mulai muncul sejak akhir tahun 90an melalui mailing list. Contoh komunitas sastra melalui mailing list yang berdiri di akhir 90an adalah: penyair@yahoogroups.com, puisikita@yahoogroups.com, gedongpuisi@yahoogroups.com, bungamatahari@yahoogroups.com, bumimanusia@yahoogroups.com musyawarah_burung@yahoogroups.com, dan banyak mailing list lain yang menyusul di tahun 2000an, seperti sastra_pembebasan dan apresiasi_sastra@yahoogroups.com.

BERSAMBUNG KE BAGIAN 2