PELAWAT MAYA

Monday, September 27, 2010

BERCERITA SUNGAI PAHANG DAN PASIRNYA

BERCERITA SUNGAI PAHANG DAN PASIRNYA
Puisi Arisel Ba

Sungai Pahang, asalmu dari puncak Gunung Tahan mengalir berabad lama melintasi ngarai dan tebing, akhirnya melalui bukit dan lembah luas terbentang, malangnya airmu gagal menakluki pasir di tebing atau dasar sungai, setiapkali melintasinya, airnya sirna ke dalam pasir, sungai akur dengan takdir, airnya diserap pasir. Sungai Pahang mendengar bisikan pasir," Angin boleh merentasi pasir, sungai pun pasti boleh menggusur pasir sampai ke muara?",

Sungai Pahang menolak bisikan, nanti bimbang hilang jati dirinya, "Jika kau terus menakluki perbukitan dan lembah menghanyutkan pasir, airmu tetap menyerap tebingan dan kau tidak akan tiba ke muara, menjelma rawa-rawa, kau harus mengizinkan angin mendukungmu sederap menyeberangi perbukitan dan lembah, terus menuju muara!," kata Pasir.

Sungai Pahang mendiamkan diri dan mencanai akal bicara, dan kalau dirinya itu lenyap, pasti tidak kembali lagi? "Angin," kata Pasir, "menunaikan tugas itu, kamu membawa air, terbang di atas dadaku, jatuh ke bumi bagai hujan, dan menjatuhkannya lagi, pasti air itu menjadi sungai." Sungai tidak mahu dirinya diserap angin, bimbang hilang jati diri Sungai Pahang bermuara.

"Bagaimana aku boleh yakin bahawa itu benar belaka?".

"Memang benar, dan kalau kau tidak percaya, kau hanya rawa-rawa gersang hingga akhir zaman?".

"Tapi, tidakkah aku tetap sebagai Sungai Pahang, seperti kini?".

"Apapun terjadi, kau tetap bergelar Sungai Pahang," bisik pasir. " Intimu dibawa terbang, dan membentuk sungai nanti, kau dipanggil juga sungai, sebab kau pasti tidak mengetahui asalmu itu di mana intinya," dan sungai pun melonjakkan wapnya mengudara, angin setangkas mengangkat menerbangkannya, bebas merintik lembut tatkala atap gunung digapai dan kerana pernah meragukan kebenaran, Sungai Pahang mengingatkan kembali pengalamannya dan merenungkannya.

"Ya, kini aku mengenal siapa diriku sebenarnya", Sungai Pahang membijaksanakan akalnya, namun Pasir berbisik, "Kami tahu sebab kami menyaksikannya saban hari; dan kami, pasir ini, terbentang di bawah lapisan tanah, jika tiada airmu, pasir pasti tidak menatap langit."

Januari 2005 – September 2010
Kuantan, Pahang

No comments:

Post a Comment